Home » Tentang Kami » Sejarah PNA

Sejarah PNA

MUKADDIMAH

MoU Helsinki Agustus 2005 menjadi landasan transformasi perjuangan rakyat Aceh dari gerakan bersenjata merebut kemerdekaan teritori menjadi perjuangan politik untuk mewujudkan Aceh yang sejahtera dan bermartabat serta mendorong terwujudnya negara Indonesia yang demokratis. Bagian dari kesepatakan damai tersebut telah mengakomodir lahirnya Partai-Partai Politik Lokal sebagai manifestasi pengakuan atas perjuangan rakyat Aceh dalam sistem politik di Indonesia. Peluang untuk melahirkan Partai Politik Lokal tersebut harus dimanfaatkan seluas-luasnya untuk membangun wadah politik yang khas Aceh dalam memperjuangkan aspirasi rakyat demi tercapainya tatanan masyarakat demokratis dan sejahtera.

Sistem bernegara yang demokratis harus diwujudkan oleh pemerintahan yang melayani, transparan, bebas korupsi, menghormati HAM, penegakan hukum dan budaya yang partisipatif sesuai dengan nilai-nilai Islam. Sedangkan kesejahteraan yang bermartabat bagi rakyat dicapai dengan memastikan terwujudnya keadilan sosial, pemerataan pembangunan, kesejahtaraan ekonomi dan pemanfaatan sumber daya alam yang bertanggungjawab.

Perwujudan cita-cita tersebut memerlukan tekad dan kerja keras yang kuat karena proses transisi pasca konflik masih berlangsung. Beberapa butir MoU yang dicapai di Helsinki juga belum sepenuhnya diimplementasikan. Lebih jauh daripada itu ada upaya-upaya untuk mengklaim bahwa MoU Helsinki milik golongan tertentu saja. Kondisi birokrasi yang berbelit-belit, tidak transparan dan dipenuhi unsur korupsi menyebabkan pembangunan menjadi tersendat. Multi interpretasi terhadap regulasi baik antara pemerintah Aceh dengan Pusat maupun antara Pemerintah Aceh dengan Kabupaten/Kota ditambah lagi dengan kebijakan anggaran yang kurang berpihak kepada rakyat telah menempatkan masyarakat dalam lingkaran kemiskinan.

Masalah ini diperparah lagi oleh lemahnya legislatif baik di tingkat Aceh maupun Kabupaten/Kota dalam menjalankan fungsinya di bidang pengawasan, legislasi dan penganggaran. Penyebabnya antara lain partai politik yang ada tidak menempatkan kader-kader yang memiliki kapasitas untuk duduk di parlemen. Ini dikarenakan sistem kepartaian yang dibangun tidak sehat dan tidak demokratis serta mengandung unsur kronisme, kolusi, korupsi, nepotisme dan premanisme.

Berbagai kondisi tersebut telah menjauhkan harapan rakyat untuk mendapatkan kesejahteraan dan keadilan. Maka oleh karena itu Partai Nanggroe Aceh (PNA) dibentuk untuk menjawab tantangan dan permasalahan tersebut. PNA adalah partai kader berbasis massa yang dibentuk oleh mantan Juru Runding GAM, mantan kombatan GAM, mantan Tapol/Napol, para korban konflik, aktivis masyarakat sipil, ulama, cendikiawan, pemuda, saudagar, tokoh perempuan dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya di Aceh. PNA merupakan Partai Lokal di Aceh yang berwawasan nasional, mandiri, terbuka, amanah dan demokratis.

PNA sebagai wadah bagi seluruh rakyat Aceh, bertekad untuk melakukan perubahan yang fundamental dalam upaya mewujudkan sistem politik yang sehat dan demokratis serta untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang bermartabat. PNA berkomitmen melibatkan semua elemen masyarakat Aceh dimanapun kedudukannya untuk membangun kekuatan politik yang amanah, mandiri, transparan dan demokratis. PNA akan bekerja dengan mengedepankan prinsip dan nilai-nilai kemanusiaan, kesetiakawanan, kesetaraan, kerakyatan dan kebebasan yang mengacu pada nilai-nilai Islam dan jati diri ke-Aceh-an.

Menuju Aceh Hebat!

Partai Nanggroe Aceh (disingkat PNA) adalah salah satu partai politik lokal di provinsi Aceh, Indonesia. Sebelum tahun 2017, partai ini bernama Partai Nasional Aceh. Partai ini mulai ikut dalam Pemilihan umum legislatif Indonesia 2014 dan pemilihan anggota parlemen daerah Provinsi Aceh

1.Awal Berdiri

Partai ini Bernama Partai Nanggroe Aceh atau disingkat dengan PNA, didirikan di Banda
Aceh pada hari Minggu, tanggal 4 Desember 2011 bertepatan dengan tanggal 9
Muharram 1433 H

2. Upaya Mempertahankan Identitas Lokal

PNA memiliki komitmen untuk mempertahankan identitas budaya dan agama Aceh dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Partai ini mendorong agar Aceh memiliki otonomi khusus dan hak untuk mengelola sumber daya alam serta budaya lokalnya.

3. Pemilu dan Kiprah Politik

PNA mulai aktif berpartisipasi dalam pemilihan umum, terutama dalam pemilihan legislatif dan pilkada di Aceh. Partai ini memiliki peran dalam mengajukan calon-calon politik yang memiliki pandangan sejalan dengan aspirasi rakyat Aceh. PNA juga memainkan peran dalam mendiskusikan isu-isu penting yang berkaitan dengan Aceh di tingkat Nasional.

4. Perubahan Nama dari Partai Nasional Aceh Menjadi Partai Nanggroe Aceh

Pada 2 Mei 2017, PNA ini mengubah namanya yang awalnya Partai Nasional Aceh menjadi Partai Nanggroe Aceh karena pada Pileg 2014 partai tersebut tidak berhasil memperoleh suara maksimal yang dipersyaratkan oleh aturan ambang batas pemilu 2019. Sehingga didaftarkan lagi ke Kementerian Hukum dan HAM pada Juni 2017 dan disahkan dalam dokumen SK Kemenkunham W1-306.AH.11.01 Tahun 2017

5. Kontribusi dalam Pembangunan Aceh

Selama perjalanannya, PNA berfokus pada pembangunan Aceh dalam berbagai aspek, termasuk pendidikan, ekonomi, lingkungan, dan budaya. Partai ini juga aktif dalam mengadvokasi hak-hak masyarakat Aceh serta berpartisipasi dalam kegiatan sosial untuk mendukung kesejahteraan rakyat.

6. Kontinuitas dalam Politik Lokal

PNA terus berjuang untuk mempertahankan posisinya sebagai kekuatan politik lokal yang kuat di Aceh. Partai ini memainkan peran penting dalam dinamika politik dan pembangunan daerah, serta terlibat dalam mendiskusikan isu-isu krusial yang mempengaruhi masyarakat Aceh.

Seiring waktu, Partai Nanggroe Aceh terus mengikuti perkembangan politik dan dinamika masyarakat Aceh, sambil tetap berupaya memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat Aceh di panggung politik yang lebih luas.